Sabtu, 30 Oktober 2010

Ada kata Syukur! (verb)


Sembilan bulan lebih sudah menunggu SK Penempatan Definitif di Direktorat Jenderal Pajak untuk angkatan 2009 . Dan selama itu, bosan? Pasti!

Dan tentunya malas menghadapi pertanyaan yang sama 'Kapan Penempatan?' dari keluarga, teman seangkatan, kakak kelas, adek kelas, teman SMA dan masih banyak lagi. Karena bukan hanya kalian saja yang bertanya seperti itu, dalam hati saya pun saya selalu menanyakan itu. Saat akan membuat perencanaan ke depan pun, pertanyaan itu seakan menjadi momok bagi saya. Bingung bagaimana memetakan hidup ke depan sementara sesuatu yang menyangkut masa depan itu pun belum dapat dipastikan.

Kondisi di kantor yang semakin nyaman membuat kadang-kadang untuk berpikir sudah tidak usah penempatan lagi, 'sudahlah di sini saja,,,'. Tapi merasa juga ini sebagai efek dari kejenuhan menantikan penempatan yang tak kunjung tiba. Tiap hari menilik ke laman Kepegawaian DJP berharap ada pengumuman SK sakti itu. Tak ada kata lain selain kata Bosan dan Jenuh!

Tapi belakangan ini ada berbagai kejadian yang menambah kata lain selain kedua kata tersebut. 'Syukur'! Agak aneh memang. Kenapa? karena dari kejadian ini justru bukan kata ini yang harusnya muncul. Mungkin kata-kata lain yang lebih parah dari Bosan dan Jenuh bisa jadi 'kesal' atau 'marah'. Namun dari kejadian ini ada bagian-bagian yang membuat saya untuk mengatakan Syukur. Kejadian apa??

1. Dua bulan terakhir bahkan sejak April, ada beberapa teman SD, SMP, SMA saya dulu yang setelah kuliah kami berbeda kampus, diwisuda. Tentunya mereka diwisuda dengan menambah panjang nama mereka dengan gelar kesarjanaan mereka. Mulai dari Sarjana Hukum (S.H), Sarjana Teknik (S.T), Sarjana Ekonomi (S.E), Sarjana Sains (S.Si), Sarjana Pendidikan (S.Pd) dan yang terakhir ada yang Sarjana Kedokteran (S.Ked). Mereka sangat bangga saat menggunakan toga dan berdandan layaknya pemenang ketika mereka diwisuda. Mereka juga begitu bangga dengan memajang foto-foto wisuda mereka di akun Facebook mereka. Saya pun tersenyum bangga melihat mereka yang bahagia diwisuda. Dalam kebahagiaan saya, tak lupa saya untuk turut mengucapkan selamat kepada mereka sekalipun itu hanya melalui media Facebook atau SMS saja. Dan tak jarang dari mereka membalas dengan mengharapkan didoakan segera dapat pekerjaan yang baik.

Sontak saya berpikir, "benar juga setelah menyelesaikan kuliah (yang disimbolkan dengan wisuda) ya bekerja" . Yang menjadi pertanyaan bekerja dimana? Apa memang ada lowongan? Saya baru tersadar akan itu.

Hampir setahun yang lalu, setelah saya diwisuda, setelah saya memamerkan foto-foto wisuda saya sebagai wujud rasa bangga saya, mungkin saya tidak memusingkan untuk mencari lowongan kerja. Saya beruntung kuliah di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) sekalipun hanya Diploma III (DIII) tapi memiliki ikatan dinas yang berarti setelah lulus kuliah kita akan bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Kementrian Keuangan atau instansi lain seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP). Jadi setelah saya wisuda, saya tidak perlu pusing mencari pekerjaan.

Disini lah sebenarnya hal yang mendorong saya untuk bersyukur. Ketika teman-teman saya sibuk mencari lowongan pekerjaan setelah lulus saya tidak perlu repot untuk hal itu. Belum lagi mereka harus direpotkan dengan syarat-syarat penerimaan yang sangat ribet mulai dari syarat minimum IPK, jurusan yang dibutuhkan (bahkan sampai program studi), pemgalaman kerja, akreditasi kampus sampai pada syarat TOEFL. Belum lagi ada ketakutan akredibilitas penerimaan yang tidak terjamin dengan adanya Nepotisme. Kalau seandainya saya berada di posisi mereka, saya mungkin tidak punya banyak kelebihan untuk syarat yang ditentukan, IPK saya hanya sebatas cukup lulus saja, sepengetahuan saya kampus saya tidak punya akreditasi, TOEFL pun saya belum pernah. Sekali lagi saya bersyukur!

Dan ketika saya mengingat kalau saya sedang menunggu penempatan dan saya sering mengeluhkan itu, saya jadi malu bahkan sangat tertegur, saat teman-teman saya harus bersusah-payah untuk mencari pekerjaan, apa pantas saya mengeluh sementara saya sudah bekerja di tempat yang bisa dikatakan sangat baik. Apa pantas saya mengeluh hanya karena SK Penempatan Definitif belum keluar sementara teman-teman saya masih bingung karena belum ada lowongan yang terbuka bagi mereka? Seharusnya saya bersyukur atas anugerah pekerjaan yang sudah Tuhan berikan pada saya. Dan masalah penempatan, tak sepantasnya saya mengeluh karena mungkin saja Tuhan sedang merancangkan dan mempersiapkan tempat terbaik buat saya. Sekali lagi saya memang harus bersyukur!

2. Kejadian lain yang membuat saya bersyukur adalah, saya dapat berbagi pada orang-orang yang membutuhkan. Mengapa demikian? Sebulan terakhir ini saya mulai aktif di pelayanan Sahabat Anak Tanah Abang. Sebuah yayasan yang mempunyai visi untuk mengangkat harkat anak-anak jalanan dan kaum marjinal di Kawasan Jakarta dan berusaha memperjuangkan hak-hak anak. Yayasan ini juga punya slogan 'Because They (anak-anak) are Precious'. Di tempat yang kami sebut Bimbel ini saya menjadi volunteer pengajar bagi adik2 SMP. Namun, saya pikir saya tidak hanya menjadi pengajar yang hanya mengajarkan materi pelajaran sekolah saja, karena bagaimana adik-adik ini bisa memahami jika ternyata perhatian mereka tidak tertuju pelajaran yang saya ajarkan. Sering sekali perhatian mereka sama sekali tidak tertuju pada pelajaran. Sering sekali pula saat mereka sulit untuk mengerti mereka langsung menyerah, padahal sebenarnya materi itu merupakan materi yang sangat sederhana bagi anak SMP. Saya akhirnya mencari tau sebenarnya apa yang membuat mereka tidak fokus dan gampang menyerah. Yang saya temukan adalah kurangnya motivasi dalam diri mereka untuk hidup lebih maju dan sempitnya pemikiran mereka yang hanya terbatas pada lingkungan mereka sendiri tidak mau memandang pada lingkungan luar yang sebenarnya lebih layak dari tempat tinggal mereka sekarang. Inilah yang mendorong saya untuk membagikan motivasi kepada mereka bukan sekedar mata pelajaran saja. Disinilah letak rasa syukur saya. Di tengah waktu penantian penempatan yang tak kunjung tiba ini, saya masih dapat membagikan sesuatu yang baik kepada adik-adik yang membutuhkan. Karena mungkin saja setelah saya penempatan, saya sudah tidak di Jakarta lagi sekalipun saya masih terus berharap saya bisa tetap berkontribusi mengajar mereka dengan berdoa supaya saya ditempatkan di Jakarta.

Inilah mengapa saya harus terus bersyukur, karena sebenarnya kebaikan Tuhan masih terlalu banyak untuk disyukuri. Hanya saja mari menggunakan cara pandang Tuhan untuk dapat melihat kebaikan itu dan mengucap 'syukur'. :)