Rabu, 26 Mei 2010

To Love You More

Take me back in the arms I love
Need me like you did before
Touch me once again
And remember when
There was no one that you wanted more

Don't go, you know you will break my heart
She won't love you like I will
I'm the one who'll stay
When she walks away
And you know I'll be standing here still

I'll be waiting for you
Here inside my heart
I'm the one who wants to love you more
You will see I can give you
Everything you need
Let me be the one to love you more

See me as if you never knew
Hold me so you can't let go
Just believe in me
I will make you see
All the things that your heart needs to know

I'll be waiting for you
Here inside my heart
I'm the one who wants to love you more
You will see I can give you
Everything you need
Let me be the one to love you more

And some way all the love that we had can be saved
Whatever it takes we'll find a way

I'll be waiting for you
Here inside my heart
I'm the one who wants to love you more
You will see I can give you
Everything you need
Let me be the one to love you more

Selasa, 25 Mei 2010

Quo Vadis Indonesia (part 1)


Saya harus menuliskan judul tulisan ini dengan jenis font yang besar dan mencolok. Judul ini untuk kedua kalinya saya pilih untuk tulisan saya. Saya pernah memilih judul tulisan ini dalam sebuah penugasan mata kuliah bahasa inggris saat di kampus dulu yang pada saat itu bertepatan dengan akan dilaksanakannya Pemilihan Umum 2009 di Indonesia. Dan saat ini saya memilih judul ini kembali di tengah berbagai kasus yang ditangani oleh orang-orang terpilih pada saat Pemilihan Umum 2009 tersebut.

Saya sering sekali merasa miris ketika harus melihat kondisi bangsa yang saya cintai ini saat ini. Ada begitu banyak perkembangan yang menurut pandangan saya sudah melampaui batas dari yang seharusnya sehingga seolah-olah tidak ada lagi koridor pembatas yang menjadi acuan mana yang baik dan yang tidak baik. Dalam tulisan saya ini saya akan membagi dalam beberapa sektor yang saya pandang sangat miris.

1. Sektor Pendidikan yang seharusnya menjadi sangat penting diperhatikan oleh negara karena dari sektor ini bisa menghasilkan bangsa yang berpendidikan, pemimpin yang terdidik dan tentunya mampu bersaing dengan bangsa lain. Berita hangat yang dapat kita dengar belakangan ini dari sektor pendidikan adalah tentang tingkat kelulusan UN pelajar SMA yang pada tahun ini menurun drastis sekalipun menurut Mentri Pendidikan Nasional, Muhammad Nuh, ini diakibatkan oleh meningkatnya tingkat kejujuran pelaksanaan UN. Sangat miris sekali ketika mendengar terdapat sekitar 200-an SMA di Indonesia yang tingkat kelulusan UN-nya 0% (tingkat ketidaklulusan UN mencapai 100%) atau dengan kata lain dari SMA tersebut tidak ada satu pun siswanya yang lulus UN. Lalu apa pula efek dari tingkat ketidaklulusan ini adalah mulai dari menangis histeris di sekolah sampai pingsan, tindakan anarkis dari para pelajar yang sampai merusak sekolahnya sendiri, bahkan ada yang sampai bunuh diri karena rasa malu yang dialami. Lalu apakah dengan demikian UN sebaiknya tidak diberlakukan lagi? Lalu apa yang sudah dilakukan orang-orang yang terpilih pada saat Pemilihan Umum 2009 terhadap hal ini?

Penulis tidak ingin mengambil kesimpulan bahwa UN itu baik ataupun UN itu tidak baik. Karena menurut apa yang saya pelajari dulu bahwa setiap program ataupun kebijakan itu tentunya mempunyai kelebihan maupun kekurangannya masing-masing dan tentunya pemerintah ketika mengambil keputusan untuk melaksanakan UN sudah mempertimbangkan itu semua. Tapi kali ini yang menjadi pertanyaan di dalam hati saya itu adalah kira-kira apa yang dipelajari oleh siswa selama 3 tahun menjalani pendidikan sampai satu pun tidak ada yang lulus dari sekolah tersebut. Ketika pemerintah memberlakukan UN sebagai sarana evaluasi pendidikan, tentunya bukan bertujuan untuk menggagalkan siswa tapi pemerintrah ingin tahu bagaimana kualitas pendidikan di Indonesia sehingga dapat dijadikan sebagai bahan untuk semakin menigkatkan pendidikan di Indonesia. Bayangkan kalau saja tidak ada evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap dunia pendidikan apa yang menjadi dasar pemerintah untuk melakukan perbaikan dunia pendidikan itu sendiri? Dan kalau saja tidak ada perbaikan di dunia pendidikan, bagaimana masyarakat Indonesia mampu bersaing dengan negara lain?

Maka yang dapat saya simpulkan adalah jadikan hasil UN ini sebagai pelajaran bagi semua praktisi pendidikan untuk dapat lebih meningkatkan mutu pendidikan. Guru sebaiknya memperhatikan bagaimana cara mengajar yang baik dalam mengajar (penggunaan metode yang tepat dalam mengajar). Anggaran 20% dari APBN yang disalurkan ke sektor pendidikan harus digunakan sepenuhnya untuk pendidikan bukan ke kantong pejabat yang mengelola dana tersebut.

Namun, yang terlebih penting adalah peran siswa itu sendiri. Belakangan ini siswa terlalu dimanja oleh perkembangan teknologi atau semakin merambahnya usaha bimbingan belajar yang selalu menawarkan cara cepat dalam mengerjakan soal, atau bahkan dimanjakan oleh guru/sekolah yang ingin dianggap berprestasi sehingga memberikan jawaban kepada siswa saat UN (dengan demikian tingkat kelulusan tinggi dan guru/sekolah dianggap berprestasi). Pengaruh dari semua itu adalah. Dengan teknologi yang semaikn tinggi, siswa dapat menggunakan internet untuk mengerjakan tugas dan terjadilah mental siswa yang copy-paste atau dimodifikasi sedikit dengan copy-paste-edit. Dengan demikian sikap mental yang kreatif dan inovatif siswa tidak berkembang tapi justru sebaliknya adalah siswa memiliki sikap mental yang instant (ingin serba cepat). Belum lagi dipengaruhi oleh semakin merambahnya usaha bimbingan belajar yang menawarkan cara cepat dalam penyelesaian soal. Dalam berbagai ujian tentunya hal ini sangat penting untuk mengejar waktu yang tersedia saat ujian, tapi siswa terkadang hanya meniru cara cepat yang diajarkan oleh tentor, tentunya pada saat ujian dengan sedikit modifikasi soal (sedikit berbeda dengan yang dipelajari saat di bimbel) akibatnya siswa menjadi bingung dan tidak dapat mengerjakan soal. Sekali lagi cara instan seperti tentunya tidak baik. Seharusnya siswa itu harus terlebih dahulu belajar bagaimana penurunan rumus secara komplit (atau bagaimana cara cepat itu diambil). Dengan penguasaan penurunan rumus dengan baik, siswa dengan krativitasnya sendiri dapat memodifikasi cara cepat yang tentunya lebih dia kuasai. Jadi, dalam hal ini siswa yang lebih berperan aktif dalam hal kelulusannya. Percuma saja guru mengajar dengan metode terbaik, percuma saja pemerintah menyediakan fasilitas pendidikan terbaik, kalau siswa tidak memiliki ketertarikan dalam belajar (minat belajar), kalau siswa tidak memiliki mental yang tidak instan.

Saya tidak ingin menutup mata juga akan prestasi pelajar Indonesia dalam mengharumkan nama bangsa di kancah internasional seperti Olimpiade fisika tingkat internasional. Kita patut atas prestasi yang diraih ini. Tapi setelah ada banyak pelajar yang berprestasi di kancah internasional ini, apa dampaknya bagi bangsa selain nama baik bangsa? Adakah dampak lain dari prestasi ini? Atau adakah wadah bagi mereka yang berprestasi ini untuk menyalurkan kecerdasan mereka? Adakah mereka diperhatikan oleh pemerintah setelah mereka menunjukkan prestasinya? Atau lebih mirisnya lagi, adakah anggota dewan, sebagai orang yang terpilih saat Pemilihan Umum 2009 menyalurkan aspirasi mereka ini? (anggota Dewan = wakil rakyat) tampaknya anggota dewan sudah terlalu sibuk mengurusi tuntutan partai/petinggi partai mereka masing-masing sehingga mata mereka tertutup untuk melihat dan akhirnya menangani hal ini. Quo Vadis Indonesia!

Jumat, 14 Mei 2010

Aku, bersama sekotak susu dan karcis kereta di pagi hari,,,

Akibat kemalasan di hari libur terjebaklah dalam rutinitas kereta api jakarta yang sangat melelahkan.
05.00 WIB udah harus bangun di hari kejepit nasional ini, beres2 utk mengejar jdwal kereta 05.55 WIB. jadwal ini pun baru aku tau setelah bertanya sana-sini (Makasih buat kak Niken).
Dengan modal nekad juga mengambil jurusan Pondok Ranji-Tanah Abang karena sebelumnya belum pernah, dan parah nya setiap kali naik kereta aku selalu gagal membedakan mana Kereta lokal, KRL, AC dan tiketnya di dapat dimana,,,
kejadian lah pagi ini. Aku antri beli tiket di antrian Kereta Lokal (non-AC) yang harganya hanya Rp.1500,- yang jadi masalah adalah aku harus berada di desakan penumpang yang 'wah'.
mulailah aku menunggu kedatangan kereta dengan sekotak susu "Ultra Milk" rasa coklat di tangan ku. Tadinya aku tidak begitu berniat untuk beli susu ini karena kalo ku minum pagi ini pasti akan mengganggu pencernaanku (alias akan membuat aku sakit perut). Aku beli susu ini dnegan tujuan untuk 'memecah' uang buat beli karcis kereta. Masa menunggu yang sangat kosong. Masih gelap dan orang-orang bertatapan kosong memiliki dunia sendiri dan tanpa peduli siapa yang ada di sebelah kanan maupun kirinya. berdiri kosong dan yang terdengar hanya penawaran koran oleh loper koran yang lalu lalang. pikiran ku mulai melayang "haduhh kenapa harus bermalas ria di hari libur kemaren,,inilah akibatnya..". Sedikit penyesalan di pagi ini. Tapi apa boleh buat mau gak mau harus ngantor di hari kejepit nasional ini,,,
Tibalah yang ditungu-tunggu,,kereta lokal! Tapi astaga,,,betapa penuhnya kereta ini. dan tak ada satu tempat pun untuk ku,,,ku urungkan niat ku naik kereta ini,,,mengorbankan Rp.1500,- untuk dapat kereta AC (sebenarnya ini juga karena ketidakmengertianku tentang antrian karcis kereta). Terpaksa aku harus beli karcis lagi buat kreta AC dgn harga Rp. 4.500,-. hmmm berkorban dikit untuk sebuah kenyamanan,,,
sepanjang menunggu di stasiun Pondok Ranji ini kembali otak ku dipenuhi inspirasi yang ingin ku tuangkan di dalam sebuah tulisan dan sekotak susu di tangan ku masih saja belum menarik perhatian ku,,,karcis kreta lokal yang sedianya ku gunakan,,,akhirnya harus parkir di kantong ku dan tak berniat untuk menjualnya kembali,,,
HARPITNAS yang benar-benar membuat kejepit,,,efek nya aku ngantuk di kantor,,,
:(

Kamis, 13 Mei 2010

One Voice,,

Some kids have and some don't
And some of us are wondering why
Mom won't watch the news at night
There's too much stuff that's making her cry
We need some help
Down here on earth
A thousand prayers, a million words
But one voice was heard

A house, a yard, a neighborhood
Where you can ride your new bike to school
A kind of world where Mom and dad
Still believe in the golden rule
Life's not that simple
Down here on earth
A thousand prayers, a million words
But one voice was heard

One voice, one simple word
Hearts know what to say
One dream can change the world
Keep believing
Till you find a way

Yesterday while walking home
I saw some kid on newberry road
He pulled a pistol from his bag
And tossed it in the river below
Thanks for the help
Down here on earth
A thousand prayers, a million words
But one voice was heard
One voice was heard
One voice was heard

Senin, 10 Mei 2010

Masa Transisi

Memasuki enam bulan pertama menjadi alumni terasa sangat sulit. Pergumulan hidup yang semakin bertubi-tubi kadang-kadang lupa akan visi yang sudah dikomitmenkan semasa kuliah. Mulai dari adaptasi terhadap rutinitas pekerjaan yang setiap hari harus sudah berada di kantor pukul 07.30 pulang tepat pada pukul 17.00 dan beruntung jikalau di kantor diberi tugas/kerjaan oleh senior di kantor tapi terkadang malah tidak diberikan pekerjaan sama sekali. Setiap hari akan selalu berkecimpung dalam rutinitas yang ’itu-itu saja’ akibatnya muncul kejenuhan. Memasuki akhir minggu seringnya meluangkan waktu untuk istirahat dengan alasan seminggu ini melelahkan sekali sehingga sulit rasanya untuk meluangkan waktu untuk mengikuti persekutuan atau kegiatan pelayanan di gereja.

Pergumulan lain datang dari dalam diri sendiri dimana sebagai alumni baru sering sekali muncul berbagai cita-cita, barangkali untuk memiliki beberapa property ter-update, kuliah sesegera mungkin, memikirkan berbagai cara untuk investasi, memiliki karir yang melejit cepat, atau sangat serius memikirkan pasangan hidup [seolah-olah usia panic dan yang mungkin juga karena desakan berbagai pertanyaan sesame alumni]. Semua hal ini tentunya tidak pernah disalahkan dalam perspektif iman kristiani seperti apa yang telah dipelajari dan sangat meneguhkan saat menjalani perkuliahan. Tetapi yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah ”apakah yang menjadi cita-cita ini telah sesuai dengan visi yang dikomitmenkan semasa kuliah dulu.??”

Bagi sebagian alumni [yang belum penempatan definitive] muncul pergumulan lain yang tidak kalah menguras pikiran karena sangat mempengaruhi semua planning ke depan. Tidak lain tidak bukan adalah penempatan definitive. Pertanyaan-pertanyaan ”di daerah mana Tuhan akan menempatkanku?”, ”di bagian/seksi mana saya akan dipercayakan?”, ”tugas yang seperti apa yang menjadi tanggungjawab saya?”, ”apa persiapan yang harus saya lakukan untuk semua itu?” menjadi muncul ketika penempatan definitive masih menjadi sesuatu yang ditunggu. Ketidak jelasan seperti ini juga membuat alumni baru menjadi kehilangan visi semasa kuliah.

Secara pribadi, ini juga yang menjadi pergumulanku saat ini. Aku menulis ini karena aku sangat ditegur dan merasa tertampar saat membaca ”Menjadi Murid Yesus di dalam Kehidupan Nyata” karya Richard Lamb. Aku baru membaca 2 bab awal tapi aku merasa sangat ditegur. Firman Allah yang dikutip adalah Markus 13 ; 31 ”Langit dan bumi akan berlalu namun perkataanku tidak akan berlalu.” Perubahan drastis dari masa kuliah yang menyenangkan ke dalam masa alumni yang dikenal terasa membosankan harus ku akui mengubah beberapa kebiasaan baik yang dibangun semasa perkuliahan. Saat Teduh yang seringkali menjadi rutinitas dan tidak menikmati, jam doa pribadi yang kosong dan bahkan terlewatkan, PA pribadi yang seolah-olah sudah menjadi sejarah, kelompok kecil yang tidak diperjuangkan. Bahkan lebih parah dari itu, kadang-kadang kehilangan visi yang dikomitmenkan semasa kuliah [visi Allah] atau kasih mula-mula yang sudah mulai redup. Bagian firman Allah ini menegurku, masa boleh berubah dari masa kuliah ke masa alumni, tapi sesungguhnya Firman Allah tak pernah berubah [kekal]. Richard Lamb menggunakan istilah yang menarik di salah satu judul subbab di bab 2 nya yaitu,
”Konteks berubah, keyakinan tetap sama” dan memberikan teladan orang yang berhasil beradaptasi di masa transisi ini.

Rutinitas boleh berubah, cita-cita dan impian boleh berubah dan semakin berkembang, namun Firman Allah kekal dan tidak pernah berubah selama-lamanya.
Visi Allah bersifat kekal maka teruslah bertanya kepada Allah apa yang akan ku kerjakan untuk mewujudkan visi Allah di tengah dunia.

Semangat!!